Kisah Tukang Sol Sepatu Menjadi Haji Mabrur Tanpa Pernah Berangkat Ke Makkah

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Jakarta -

Haji merupakan ibadah nan paling ditunggu-tunggu nyaris semua umat Muslim. Ibadah ini biasanya dilakukan di Kota Makkah, namun ada kisah tukang sol sepatu nan mendapatkan predikat sebagai haji mabrur tanpa pernah berangkat ke Baitullah.

Melansir dari laman detikcom, kisah ini diambil dari kitab Koleksi Hadits dan Kisah Teladan Muslim karya Ahmad Saifudin dan Mahdi.

Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Al Mubarak nan menceritakan bahwa setelah menyelesaikan ibadah haji, dia beristirahat dan tidur. Kemudian, dia bermimpi memandang dua malaikat turun dari langit dan mendengar percakapan mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Banner Batas Usia Tidur dengan Orang Tua

Abdullah mengatakan salah satu malaikat itu bertanya kepada nan lain, “Berapa banyak orang nan datang untuk menunaikan ibadah haji tahun ini?” malaikat lainnya kemudian menjawab, “Mereka berjumlah enam ratus ribu jemaah”.

Lalu, malaikat pertama bertanya lagi, “Berapa banyak dari mereka nan ibadah hajinya diterima?”

“Tidak ada satu pun dari mereka,” jawab malaikat kedua.

Percakapan ini membikin Abdullah merasa gemetar sembari menangis, dia berkata, “Apakah semua orang ini datang dari tempat nan jauh dengan perjuangan dan kelelahan, melewati gurun nan luas, hanya untuk semua usahanya menjadi sia-sia?”

Dengan gemetar, dia terus mendengarkan percakapan kedua malaikat tersebut.

“Namun, ada seseorang nan meskipun tidak melaksanakan haji, kebaikan perbuatannya diterima oleh Allah dan semua dosanya diampuni. Karena dia, seluruh jemaah haji diterima oleh Allah.”

“Bagaimana perihal itu bisa terjadi?” tanya malaikat pertama.

“Itu adalah kehendak Allah.”

“Siapakah orang tersebut?” tanya malaikat pertama lagi.

“Orang itu adalah Ali bin Muwaffaq, seorang tukang sol sepatu di Kota Damaskus.”

Usai mendengarkan percakapan tersebut, Abdullah terbangun dari tidurnya. Setelah menyelesaikan ibadah haji, dia rupanya tidak langsung pulang ke rumah, Bunda. Abdullah diketahui langsung pergi ke Damaskus, Suriah. Hatinya tetap gemetar dan penuh pertanyaan.

Ketika tiba di kota tersebut, dia segera mencari tukang sol sepatu nan disebutkan dalam percakapan malaikat dalam mimpinya. Dia bertanya kepada nyaris semua tukang sol sepatu apakah ada seorang tukang sol sepatu berjulukan Ali bin Al Muwaffaq.

“Iya, dia ada di tepi kota,” jawab salah satu tukang sol sepatu sembari menunjukkan arahnya.

Setelah sampai di tempat tersebut, dia menemukan seorang tukang sol sepatu nan berpakaian sangat sederhana. “Apakah Anda Ali bin Al Muwaffaq?” tanya Abdullah.

“Iya, tuan. Ada nan bisa saya bantu?”

“Saya mau tahu apa nan telah Anda lakukan sehingga Anda layak menerima pahala haji nan diterima oleh Allah, padahal Anda tidak pergi menunaikan haji.”

“Saya sendiri tidak tahu, tuan.”

“Ceritakanlah kehidupan Anda selama ini.”

Tukang sol sepatu itu akhirnya menceritakan kehidupannya kepada Abdullah. “Selama puluhan tahun, setiap hari saya menyisihkan sebagian duit dari penghasilan saya sebagai tukang sol sepatu. Saya menabung sedikit demi sedikit hingga akhirnya pada tahun ini, saya mempunyai 350 dirham, jumlah nan cukup untuk pergi menunaikan ibadah haji. Saya sudah siap untuk berangkat haji.

Akan tetapi, dia tidak pergi haji. Mendengar ceritanya itu, Abdullah kembali bertanya, “Apa nan terjadi?”

“Pada saat itu, istri saya mengandung dan sedang mengidam. Ketika saya hendak pergi, dia sangat menginginkan aroma makanan nan lezat,” cerita tukang sol sepatu.

“Suamiku, bisakah kau mencium aroma masakan nan lezat ini?” ujar sang istri. “Iya, sayang,” jawab Ali bin Al Muwaffaq.

“Cobalah cari siapa nan memasak, aroma masakannya sangat harum. Tolong mintakan sedikit untukkku,” ujar sang istri.

“Akhirnya, saya mencari sumber aroma masakan itu. Ternyata berasal dari gubuk nan nyaris roboh. Di sana, ada seorang janda dan enam anaknya. Saya memberitahunya bahwa istri saya menginginkan masakan nan dia masak, meskipun hanya sedikit. Janda itu tak bersuara dan memandang saya, jadi saya mengulangi kata-kata saya,” ungkap Ali.

Janda itu pun akhirnya menjawab dan mengatakan tidak, namun Ali tetap menawar dengan memberikan upah. Meski begitu, janda tersebut mengatakan makanan itu tidak dijual.

“Mengapa?” tanya Ali.

Dengan berlinang air mata, janda itu menjawab, “Makanan ini legal bagi kami, tapi haram bagi tuan.”

Dalam hatinya, Ali bertanya, “Bagaimana mungkin ada makanan nan legal baginya, tapi haram bagiku, padahal kita semua Muslim?” Oleh lantaran itu, dia mendesaknya lagi, “Kenapa?”

“Selama beberapa hari ini, kami tidak mempunyai makanan. Di rumah kami tidak ada makanan sama sekali. Hari ini, kami memandang seekor keledai mati, jadi kami mengambil sebagian dagingnya untuk dimasak dan dimakan,” cerita janda itu.

Mendengar cerita tersebut, Ali menangis dan pulang ke rumah. Ia menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya dan dia juga menangis. Akhirnya, mereka memasak makanan dan kembali ke rumah janda itu.

“Kami membawa makanan untukmu.”

Ali bin Al Muwaffaq memberikan 350 dirham, duit nan dikumpulkannya untuk pergi menunaikan haji, kepada mereka. “Gunakan duit ini untuk family Anda. Gunakan untuk upaya agar Anda tidak kelaparan lagi.”

Mendengar cerita tersebut, Abdullah bin Al Mubarak juga tidak bisa menahan air mata. Ternyata, inilah kebaikan nan telah dilakukan oleh Ali sehingga Allah SWT menerima ibadah hajinya meskipun dia tidak mendapatkan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi HaiBunda Squad. Daftar dan klik di SINI. Gratis!

(asa/som)

Selengkapnya
Sumber HaiBunda
HaiBunda